Jumat, 29 Juli 2011

Menonton Dangdut Familys di Pamulang

 MENONTON ORKES DANGDUT FAMILYS di PAMULANG TIMUR
Menonton konser musik, menghadiri  pensi-pensi SMA, lain halnya dengan ingin melihat band idola pentas. Itu semua adalah hobiku sewaktu aku duduk di bangku SMA. Tetapi kini aku sudah kuliah tingkat VI Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, aku merasa bosan dengan hal itu. Menyaksikan dangdut secara live merupakan pengalaman pertamaku dan temanku, Umam. Sebelumnya aku hanya melihat pertunjukan dangdut dari pedagang VCD yang biasa berjualan di pinggir-pinggir jalan. Namun bukan berarti aku buta tentang sejarah musik pembawa aspirasi yang khas dengan biduan seksinya ini dan sederhana dilihat dari segi konstruksi liriknya. Untuk dapat membuka wawasanku lebih jauh tentang dangdut, aku dan Umam tertarik untuk menyaksikan penampilan grup dangdut tersohor dan fenomenal sekali, yaitu ‘Familys’. Mereka begitu terkenal di kawasan Tangerang Selatan, khususnya Pamulang, Pondok Cabe, Ciputat. Bahkan juga di beberapa wilyah sekitar Jawa Barat yang berbatasan dengan Tangerang Selatan, seperti Bogor, Depok, dan beberapa wilayah selatan Jakarta seperti Kebayoran Lama, Lebak Bulus dan sekitarnya. Mereka juga beberapa kali mangadakan pementasan di luar kota seperti di Palembang dan Bandung.
Grup Dangdut Familys
Grup Dangdut Familys
“Tolong kepada panitia sohibul hajat untuk membawa kursi sebanyak sepuluh buah dan satu dus aqua ke atas panggung, terima kasih…,” Begitulah ucapan dari MC, pertanda Acara Pementasan Dangdut Familys segera dimulai. Kali ini Dangdut Familys menggoyang wilayah Pamulang Timur, Tangerang Selatan. Dari wilayah Jakarta, Bogor, Depok, hingga Tangerang, siapa yang tidak kenal Familys? Sebuah nama grup dangdut yang dikenal oleh banyak massa. Mulai dari petani, buruh, pedagang, ibu rumah tangga hingga pejabat, anggota dewan, konglomerat, tua-muda, dewasa dan anak-anak terhibur dengan musik yang khas dengan cengkok aduhai syahdunya ini. 
Kerumunan penonton yang berjoget bersama
Kerumunan penonton yang berjoget bersama
Pada awalnya mereka mendirikan grup musik dangdut atas dasar iseng belaka, sebab pada saat itu terdapat sebuah tempat di mana anak-anak muda yang senang kongkow-kongkow (kumpul-kumpul) dan senang dengan musik dangdut. Di antara mereka ada yang mahir bermain gitar, gendang, bas, dan menyanyi. Akhirnya dibentuklah grup musik dangdut yang diberi nama ‘Familys’, yang berarti keluarga. Nama Familys sendiri dipilih karena para personil musik dangdut tersebut masih mempunyai hubungan persaudaraan atau keluarga. Tapi seiring juga masyarakat akrab menyebut pamilis (familys).
Berawal dari tahun 1992, grup dangdut ini memulai karirnya dengan manggung kecil-kecilan dari kampung ke kampung. Pada akhirnya banyak orang yang mengenal kehadirannya. Kemudian grup dangdut ini sukses pada 5 Juli 1993 di Aliandong (nama sebuah gang di daerah Sawangan, Parung). Prinsip familys tidak megutamakan isi kantong, tetapi kualitas yang lebih dikedepankan. Salah satu pengelola dan pendiri Familys ini adalah Bang Iwan. Ia sudah mengenal dan akrab dengan salah satu personil Soneta Grup pimpinan H. Rhoma Irama, yakni H. Riswan sebagai pemain suling bambu. Bang Iwan pun mempunyai ide agar H. Riswan bersedia menjadi pimpinan dari Grup Dangdut Familys ini. Menurutnya, agar nama Familys menjadi kuat dan lebih terkenal.
Haji Riswan (tengah) bersama dua personil Familys
Haji Riswan (tengah) bersama dua personil Familys
Ketika aku dan Umam memasuki wilayah Pamulang Timur, tepatnya Gang Pinang, kami langsung disambut  dengan tawaran para pedagang yang menjual bermacam dagangan seperti tahu goreng, tape uli, kacang rebus, pedagang mainan anak, tukang minuman, tukang VCD dangdut, dan sebagainya. Yang menarik di sini, saat aku hendak mendekati seorang pedagang yang menjual kepingan VCD dangdut, ternyata si pedagang banyak menjual VCD Dangdut Familys. Ketika aku mengobrol santai dengannya, ternyata ia pedagang yang setia menjual VCD Dangdut Familys. Menurutnya, sejauh wilayah di mana Familys pentas masih mudah dijangkau dengan tempatnya tinggal di daerah Pondok Aren dan sekitarnya, ia akan selalu ada untuk menjajakan VCD dangdut dari Grup Familys. Bapak pedagang yang berlogat Betawi ini mengaku ia sudah menjadi bagian dari keluarga Familys. bahkan sampai topi yang ia kenakan saat ia berjualan pun bertuliskan ‘Familys’.
Pedagang tahu yang datang dari Jombang
Pedagang tahu yang datang dari Jombang
Ketika aku berjalan menuju panggung, mataku tertuju pada bagian kolongnya. Di sana aku melihat suatu aktifitas di bawah penerangan lampu bohlam kira-kira berkekuatan sepuluh watt yang digantungkan di kaki bawah panggung. Rasa penasaran menghampiriku, hingga aku memutuskan menghampiri tempat itu. “Ooohhhh…. ternyata seorang pedagang yang juga menjual kepingan VCD Dangdut Familys” ucapku dalam hati. Dia berdagang di kolong bagian belakang panggung yang tingginya kira-kira kurang dari 1,5 meter. Aku berjalan dengan agak membungkuk untuk mencapai posisi si penjual VCD. Barang dagangannya digelar di atas tanah beralaskan kardus. Tukang rokok sesekali singgah ke kolong panggung karena melihat kami mengerumuni tukang VCD.
Aku sedang menghampiri tukang DVD dan tukang rokok yang berjualan di bawah panggung
Aku sedang menghampiri penjual VCD dan tukang rokok yang berjualan di bawah panggung
VCD Dangdut Familys
VCD Dangdut Familys
Bakal nerangin dagangan saya, inih lampunya saya bawa dari rumah. Kalo listriknya diambil dari listrik panggung,” Itulah jawaban dari pedagang VCD yang benar-benar berlogat Betawi ketika aku menanyakan dari mana sumber listrik yang ia peroleh untuk berdagang. Baru pertama kali aku melihat seorang pedagang yang menjual dagangannya di bawah kolong sebuah panggung. Para pedagang VCD Familys membanderol dagangan mereka dengan harga Rp.20.000/keping, itu banderol harga sebelum acara dangdut dimulai. Namun apabila acara telah rampung harga tersebut dapat berkurang sekitar 10-15 ribu rupiah perkepingnya. “Yah, kan namanya juga udah malam, biar untung dikit juga tapi dagangan bisa abis, Bang,” Tutur pedagang VCD  yang juga setia mengikuti alur konser Familys.
Sambil menunggu acara dimulai, aku dan Umam singgah di pedagang yang menjual makanan khas Betawi, diterangi cahaya lampu semprong yang membuatku semakin ingin mencoba makanan khas Betawi ini. Ada Tape Uli, Onde-onde, Tahu dan Kue Apem. Aku membeli tahu dari seorang ibu yang mengaku datang dari Kelurahan Jombang, Ciputat, wilayah yang berbatasan Kecamatan Pondok Aren. Ibu ini selalu berdagang setiap kali Familys manggung. Di sebelahnya ada seorang anak muda yang sedang nongkrong di dekat sebuah motor. Barangkali anaknya. Mungkin mereka mengikuti setiap pertunjukan Familys yang pasti dikunjungi banyak penonton yang bakalan jadi pembeli dagangan ibunya, naik motor membawa bahan-bahan kue juga kompor dan penggorengan. Dari Kelurahan Jombang ke daerah-daerah pemanggungan Familys yang dapat mereka jangkau.
Dengan harga Rp.2.000,- aku dapat menikmati tiga buah tahu goreng yang rasanya sedikit asin. “Saya selalu dagang, Tong (sebutan kepada anak lelaki Betawi) kalo Familys konser. Tapi kalo konser yang jauh-jauh saya absen,” Tutur ibu pedagang. Setelah selesai makan tahu, aku dan Umam melangkah menuju ke arah panggung. Sepanjang jalan menuju panggung banyak dijumpai para pedagang yang menjajakan dagangan lainnya  seperti  ketoprak, bakso, es, hingga pedagang balon.
Amoy Karamoy
Amoy Karamoy
Goyangan maut Biduan Familys
Goyangan maut Biduan Familys
Acara yang akan dimulai pukul 21.00 WIB hingga larut ini, terlihat banyak mengundang massa yang ingin bergoyang menikmati dangdut. Penonton yang datang dari berbagai penjuru sekitar Pamulang Timur, Sawangan, Pondok Cabe, Ciputat bahkan ada yang datang dari Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Acara Konser Dangdut Familys dimulai dengan lagu-lagu milik Soneta Group berjudul ‘Riba’. Para penonton larut oleh irama yang didendangkan para personil Familys.
Dangdut merupakan salah satu genre musik yang berkembang di Indonesia. Bentuk musik ini berakar dari musik Melayu pada tahun 1940-an. Dalam alunan musik dangdut yang dibawakan Familys, para penonton bukan hanya dari masyarakat biasa, namun banyak juga ormas-ormas (organisasi masyarakat) yang berdatangan memadati bagian depan panggung seperti, PP (Pemuda Pancasila), FBR (Front Betawi Rempug), Forkabi (Forum Komunikasi Anak Betawi), dan BMB (Barisan Muda Betawi).
Amoy karamoy, biduan pertama yang bernyanyi dalam acara ini
Amoy karamoy, biduan pertama yang bernyanyi dalam acara ini
Biduan yang sedang disawer oleh para penyawer
Biduan yang sedang disawer oleh para penyawer
Acara semakin meriah, terbukti  dari para penonton yang terlihat sangat antusias memenuhi area panggung terutama di bagian depan panggung, dan tak lupa, anak-anak pun larut dalam pementasan dangdut tersebut. Sebagian anak-anak menonton di bagian atas dan pojok panggung. Bahkan ada juga yang menonton dari sela-sela bawah panggung. Ketika aku melirik ke hadapan mereka, mereka sedang asik melihat penampilan sang biduan bernyanyi, ketika sang biduan menaiki latar panggung dengan busananya yang aduhai menggoda birahi. Biduan yang pertama menunjukkan aksinya ialah Amoy Karamoy. Dalam sekejap Amoy berhasil menghipnotis para penonton dengan goyangan mautnya. Aku katakan goyangannya sangat aduhai seksi membuat semua mata terpana, itulah yang mengundang naluri sang penyawer (penonton yang naik ke atas panggung, ikut berjoget sambil menebarkan uang kepada biduan) untuk naik ke panggung sekedar menyawerkan uangnya untuk diberikan kepada sang biduan.
Biduan Familys
Biduan Familys
Namun ada hal  yang menggangu dalam benakku, yaitu kuota penonton anak-anak yang banyak dan mereka sangat ikut terpukau oleh goyangan yang dipamerkan oleh Amoy. Terlihat pula di atas panggung tersebut transaksi tukar-menukar uang antara penyawer dengan salah satu anggota Familys, yang dikhususkan untuk menukarkan uang kepada penyawer. Misalkan, penyawer  mempunyai uang Rp.100.000 kemudian ia ingin berjoget di atas panggung dengan biduan dalam waktu yang lama, maka uang yang Rp.100.000 tersebut ditukarkan dengan anggota familys yang menyediakan uang receh, mulai dari Rp.1000 hingga Rp.50.000,-. Para penyawer  hanya menyawer pada biduan yang mereka sukai baik penampilan, maupun lagu yang ia bawakan. Biasanya uang yang didapat oleh biduan dari hasil saweran dimasukan ke dalam kas Familys, dan uang saweran dari penonton dibagikan secara rata, 50% untuk kas Familys, dan 50% untuk honor pemain dan biduan, sesuai kebijakan dari Familys sendiri. Menurut Bang Iwan, selaku koordinator acara dan pengelola Familys, honor penyanyi lebih besar dibandingkan honor para pemain musiknya, sebab biduan lebih mendapat nilai plus. Hal itu dikarenakan biduan membutuhkan modalnya sendiri. Mulai dari perlengkapan make up hingga kostum harus ia persiapkan sendiri. Oleh karena itu biduan dibayar lebih besar dibandingkan honor para pemain lainnya.
Antusias anak-anak menyaksikan aksi panggung Dangdut Familys
Antusias anak-anak menyaksikan aksi panggung Dangdut Familys
Pemain band dalam Grup Familys memiliki seragamnya sendiri. Mungkin salah satu fungsi uang kas adalah untuk membuat kostum mereka. Para pemain band memiliki beberapa jenis kostum. Malam itu mereka mengenakan kemeja tangan pendek berwarna merah dan celana hitam. Waktu kami bertandang ke rumah Bang Iwan, istrinya sempat menunjukkan seragam andalan mereka, yaitu baju lengan pendek dengan motif garis-garis hitam putih, seperti seragam wasit. Aku pernah melihat mereka mengenakan seragam tersebut di cover VCD mereka. Ada lagi satu seragam wajib yang mereka punya, yaitu sejenis kemeja koko (baju muslim bergaya ‘kemeja ecim’ Cina, untuk laki-laki) berwarna putih dan berlengan pendek. Istri Bang Iwan menyebutnya ‘Baju Soneta’. Mungkin karena Grup Dangdut terkenal Soneta sering mengenakan seragam seperti itu, dan juga karena pengaruh Soneta sangat kuat dalam kelompok ini dikarenakan mereka juga dipimpin oleh salah satu personel Soneta, Haji Riswan.
Tepat pukul 01.00 WIB, pementasan dangdut Familys berakhir. Para penonton satu persatu meninggalkan area panggung. Para pedagang siap bergegas untuk menutup dagangannya. Pada saat itulah aku dan Umam mencoba mendekati para biduan yang sedang bersantai sambil beristirahat usai bernyanyi, meminta ijin pada para biduan untuk bisa memotret mereka. Takjub, ketika aku memotret mereka, karena meskipun lelah usai menyanyi, mereka tetap tampil dengan sangat ceria atau bisa dibilang agak sedikit ‘narsis’ ketika aku foto.  Setelah sesi foto para biduan selesai, akhirnya para biduan satu persatu meninggalkan panggung dan bergegas untuk pulang ke rumahnya masing-masing. Para biduan tersebut ada yang dijemput oleh kekasih hati, dan sebagian ada pula yang pulang bersama-sama dengan para personil Familys lainnya.( Pamulang, Tangerang Selatan ).Oleh Sudrajat | Pada Senin, 1 Maret 2010
Bersumber:
http://akumassa.org/kontribusi/pamulang-tangerang-selatan/menonton-dangdut-familys-di-pamulang-timur/#more-4453

Rabu, 22 Juni 2011

Main Tulsi Tere Aanganki - Main Tulsi Tere Aangan Ki - Lata Mangeshkar

Mera Joota Hai Japani - Raj Kapoor - Nargis - Shri 420 - Evergreen Bolly...

Nutan & Lata - Tera Janaa - Anari [1959]


( tera jaana
dil ke aramaanon ka loot jaana ) \-2
koi dekhe \-2
ban ke taqdeeron ka mit jaana
tera jaana...

tera gham teri khushi
meraa gham meri khushi
tujh se hi thi zindagi
hans kar ham ne tha kaha
jeewan bhar ka saath hai
ye kal hi ki baat hai
aa~~a~aa~~

tera jaana
dil ke aramaanon ka loot jaana
koi dekhe \-2
ban ke taqdeeron ka mit jaana
tera jaana...

jab-jab chanda aayega
teri yaad dilaayega
saari raat jagaayega
main ro kar rah jaaungi
dil jab zid par aayega
dil ko kaun manaayega
aa~~a~aa~~
tera jaana
dil ke aramaanon ka loot jaana
koi dekhe \-2
ban ke taqdeeron ka mit jaana
tera jaana...

[singer:- Lata]

Rabu, 08 Juni 2011

Angie - The Rolling Stones


M. Jagger/K. Richards)

Angie, Angie, when will those clouds all disappear?
Angie, Angie, where will it lead us from here?
With no loving in our souls and no money in our coats
You can't say we're satisfied
But Angie, Angie, you can't say we never tried
Angie, you're beautiful, but ain't it time we said good-bye?
Angie, I still love you, remember all those nights we cried?
All the dreams we held so close seemed to all go up in smoke
Let me whisper in your ear:
Angie, Angie, where will it lead us from here?

Oh, Angie, don't you weep, all your kisses still taste sweet
I hate that sadness in your eyes
But Angie, Angie, ain't it time we said good-bye?
With no loving in our souls and no money in our coats
You can't say we're satisfied
But Angie, I still love you, baby
Ev'rywhere I look I see your eyes
There ain't a woman that comes close to you
Come on Baby, dry your eyes
But Angie, Angie, ain't it good to be alive?
Angie, Angie, they can't say we never tried

Senin, 06 Juni 2011

the mercy's - love (by: frits sampono)

KOES PLOES WHY DO U LOVE ME


WHY DO U LOVE ME
he times has come
That we must be apart
The memory is still in my mind
But you have gone
And you leave me alone

[Reff]
Why do you love me, so sweet, and tenderly
I’ll do everything, to make you happy
Hu~u~… U~u~….

But now everything
It’s only a dream
A dream that never comes
I only wait
Till trus love will come

[Reff]

But you have gone, and you leave me alone

[Reff] (2x)

Kamis, 02 Juni 2011

Ritta Rubby Hartland

April Yang Biru 


Sepasang Jodoh

anak dan ibu jatuh cinta


Di antara dua persimpangan 


Elegi Sebuah Penantian


Kepada Alam Dan Pencintanya


nyanyian sawah


Iwan Fals-Serenade (with Ritta Rubby)

Eric Clapton - Tears In Heaven (Official Video)

Minggu, 22 Mei 2011

TV ONLINE

<div id="NamaTV">
</div>
<div id="TVstyle">
</div>
<div class="tvborder">
<iframe id="fsTVframe" name="TVPlayerWb" allowtransparency="true" frameborder="0" scrolling="no"></iframe></div>
<ul id="fsTVOnline"></ul>
<div class="clear">
</div>
<span id="TVsource"></span><style>#wb_fs_tvinternetplayers{display:none;visibility:hidden;}</style><a id="wb_fs_tvinternetplayers" href="http://www.warungbebas.com/">Warung Bebas TV Streaming</a><script type="text/javascript" src="http://dns.warungbebas.com/4you/wb_fs_scriptwidget.js"></script><script type="text/javascript">wbwidget('loadtvcodeinternetplayers','calltvcodeonlineindonesia',4,2,10)</script><script type="text/javascript">fsCallListTVOnline(600,425,65,0);</script>

Senin, 16 Mei 2011

Phil Collins - One More Night (Official Video)

Bee Gees - I Started a Joke



Bee Gees - I Started A Joke lyrics

I started a joke
Which started the whole world crying
But I didn't see
That the joke was on me, oh no

I started to cry
Which started the whole world laughing
Oh, if I'd only seen
That the joke was on me

I looked at the skies
Running my hands over my eyes
And I fell out of bed
Hurting my head from things that I said

'Till I finally died
Which started the whole world living
Oh, if I'd only seen that the joke was on me

I looked at the skies
Running my hands
Over my eyes
And I fell out of bed
Hurting my head from things that I said

'Till I finally died
Which started the whole world living
Oh if I'd only seen that the joke was on me
Oh no! that the joke was on me
Oh...

Deep Purple Soldier of fortune For the love of Purple 07



I have often told you stories
About the way
I lived the life of a drifter
Waiting for the day
When I’d take your hand
And sing you songs
Then maybe you would say
Come lay with me love me
And I would surely stay

But I feel I’m growing older
And the songs that I have sung
Echo in the distance
Like the sound
Of a windmill goin’ ’round
I guess I’ll always be
A soldier of fortune

Many times I’ve been a traveller
I looked for something new
In days of old
When nights were cold
I wandered without you
But those days I thougt my eyes
Had seen you standing near
Though blindness is confusing
It shows that you’re not here

Now I feel I’m growing older
And the songs that I have sung
Echo in the distance
Like the sound
Of a windmill goin’ ’round
I guess I’ll always be
A soldier of fortune
Yes, I can hear the sound
Of a windmill goin’ ’round
I guess I’ll always be
A soldier of fortune

Deep Purple - Lay Down Stay Down

DEEP PURPLE- Lay Down Stay Down

Speed King - Deep Purple


Deep Purple - Strange Kind of Woman

Deep Purple - Perfect Strangers

Deep Purple - Soldier of fortune (cover)


I have often told you stories
About the way
I lived the life of a drifter
Waiting for the day
When I’d take your hand
And sing you songs
Then maybe you would say
Come lay with me love me
And I would surely stay

But I feel I’m growing older
And the songs that I have sung
Echo in the distance
Like the sound
Of a windmill goin’ ’round
I guess I’ll always be
A soldier of fortune

Many times I’ve been a traveller
I looked for something new
In days of old
When nights were cold
I wandered without you
But those days I thougt my eyes
Had seen you standing near
Though blindness is confusing
It shows that you’re not here

Now I feel I’m growing older
And the songs that I have sung
Echo in the distance
Like the sound
Of a windmill goin’ ’round
I guess I’ll always be
A soldier of fortune
Yes, I can hear the sound
Of a windmill goin’ ’round
I guess I’ll always be
A soldier of fortune

Eddie Peregrina - Since You Been Gone



I do Love You - Eddy Peregrina

The Black Eyed Peas - Don't Stop The Party

Sabtu, 14 Mei 2011

banner

http://www.123-banner.com/bannertmp/123-banner_com_1687912.swf

Rhoma Irama - peristiwa malam pertama.



sorga dunia malam pertama yang kini berlalu sudah
bersamamu oh..Juwita bunga indah yang kupuja
tetapi hati kecewa mahkotamu telah tiada hati kecewa
mengapa tak kau katakan dirimu tak suci lagi
alangkah kejam hatimu berdusta sekejam itu
kusangkah engkau mulia
peritiwa malam pertama sungguh menyesakan dada
apa yang harus kulakukan tunjukilah wahai Tuhan
ku tak berdaya
dapatkah itu semua berlalu dan terlupakan
selama hidup bersama membina mahligai indah
agar tenang rasa jiwa
BY: Rhoma Irama

Minggu, 08 Mei 2011

Lagu-lagu pop barat yang di nyanyikan Rhoma Irama

Moon River - Andy Williams

Andy Williams - Butterfly


Tom Jones-Green Green Grass of Home


TOM JONES - DELILAH


Paul Anka - Diana (1957)
Paul Anka - Put Your Head On My Shoulder

Biografi Rhoma Irama album Lagu&Filmnya

  Nama asli     : Raden Haji Oma Irama
  Nama beken : Rhoma Irama
  Lahir             : Tasikmalaya, 11 Desember 1946
  Ayah             : Raden Burdah Anggawirya
  Ibu                :Tuti Juariah
  Isteri            : Ricca Rachim (11 April 1959)

Pendidikan:
SD Kibono Manggarai Jakarta
SMP Negeri XV Jakarta
SMA Negeri VIII Jakarta (sampai kelas II)
SMA PSKD Jakarta
St Joseph Solo
SMA 17 Agustus Tebet Jakarta
Fakultas Sospol Universitas 17 Agustus

Alamat:
Jalan Pondok Jaya VI/14, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan
Telepon: 62-21-7192571

E-mail:
ricca_rachim@yahoo.com
 

Rhoma Irama adalah seorang revolusioner dalam dunia musik Indonesia yang mencanangkan semboyan Voice of Moslem pada 13 Oktober 1973 sekaligus menjadi agen pembaharu musik Melayu yang memadukan unsur musik rock dalam musik melayu serta melakukan improvisasi atas syair, lirik, kostum dan penampilan di atas panggung.
http://1.bp.blogspot.com/_5Xrl63GcN98/S06nIsS-PzI/AAAAAAAAAgE/2pg0E1uiNEI/s400/rhoma-irama-2.jpg 
Raden Haji Oma Irama atau disingkat Rhoma Irama yang berjuluk Raja Dangdut, lahir pada tanggal 11 Desember 1946 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Ia bergelar raden karena pada kedua orang tuanya mengalir darah bangsawan/ningrat. Ia merupakan putra kedua dari dua belas bersaudara, yaitu delapan saudara laki-laki dan empat saudara perempuan (delapan saudara kandung, dua saudara seibu dan dua saudara bawaan ayah tirinya).

Ayahnya, Raden Burdah Anggawirya merupakan mantan komandan gerilyawan Garuda Putih pada zaman kemerdekaan. Ia memberi nama ‘Irama’ karena bersimpati terhadap grup sandiwara asal Jakarta yang bernama Irama Baru yang pernah diundang untuk menghibur pasukannya di Tasikmalaya. Ia sangat pandai dalam memainkan alat musik serta menyanyikan lagu-lagu cianjuran. Sedangkan Ibunya bernama Tuti Juariah, ia pun merupakan keturunan ningrat dan pandai pula dalam menyanyi, seperti lagu No Other Love yang sering didengarkan Rhoma sewaktu kecil.

Sebelum tinggal di Tasikmalaya, keluarganya tinggal di Jakarta dan di kota inilah, kakaknya Benny Muharram dilahirkan. Sedangkan Rhoma lahir di Tasikmalaya beberapa saat setelah pindah ke kota tersebut. Setelah lahir Rhoma, lahir pula adik-adiknya, seperti Handi dan Ance. Setelah itu, mereka pindah lagi ke Jakarta dan tinggal di Jalan Cicarawa, Bukit Duri, lalu pindah ke Bukit Duri Tanjakan. Di kota inilah mereka menghabiskan masa remajanya sampai tahun 1971, lalu pindah ke Tebet.

Semenjak kecil Rhoma sudah terlihat bakat seninya. Tangisannya terhenti tiap kali ibundanya, Tuti Juariah menyenandungkan lagu-lagu. Masuk kelas nol ia sudah mulai menyukai lagu. Minatnya pada lagu semakin besar ketika masuk sekolah dasar. Menginjak kelas 2 SD ia sudah bisa membawakan lagu-lagu barat dan India dengan baik. Ia suka menyanyikan lagu No Other Love, kesayangan ibunya dan lagu Mera Bilye Buchariajaya yang dinyanyikan oleh Latta Mangeshkar. Selain itu ia juga menikmati lagu-lagu Timur Tengah yang dinyanyikan oleh Umm Kaltsum.

Bakat musiknya mungkin berasal dari ayahnya yang fasih memainkan seruling dan menyanyikan lagu-lagu cianjuran, sebuah kesenian khas Sunda. Selain itu, pamannya, Arifin Ganda sering mengajarkan lagu-lagu Jepang ketika Rhoma masih kecil.

Karena usia Rhoma yang tidak berbeda jauh dengan kakaknya, mereka selalu kompak dan pergi berdua-duaan. Berbeda dengan kakaknya yang malas mengikuti pengajian di surau atau di rumah kyai, Rhoma selalu mengikuti pengajian dengan tekun. Setiap kali ayah dan ibunya bertanya, apakah kakaknya ikut mengaji, Rhoma selalu menjawab ‘ya. Berangkat ke sekolah pun mereka selalu berangkat bersama-sama dengan berboncengan sepeda. Keduanya bersekolah di SD Kibono, Manggarai.

Ketika SD, bakat menyanyi Rhoma semakin kelihatan. Rhoma adalah murid yang paling rajin bila disuruh maju ke depan kelas untuk menyanyi. Uniknya, Rhoma tidak sama dengan murid-murid yang lain yang sering malu-malu di depan kelas. Rhoma menyanyi dengan suara keras hingga terdengar sampai kelas-kelas lain. Perhatian murid-murid semakin besar karena Rhoma tidak menyanyikan lagu anak-anak maupun lagu kebangsaan, melainkan lagu-lagu India.

Bakatnya sebagai penyanyi mendapat perhatian dari penyanyi senior, Bing Slamet karena terkesan melihat penampilan Rhoma ketika menyanyikan lagu barat dalam acara pesta di sekolahnya. Suatu hari, ketika Rhoma duduk di kelas 4, Bing Slamet membawanya tampil dalam sebuah show di Gedung SBKA (Serikat Buruh Kereta Api) di Manggarai. Ini merupakan pengalaman yang berharga bagi Rhoma.

Sejak saat itu, meskipun belum berpikir untuk menjadi penyanyi Rhoma sudah tidak terpisahkan lagi dari musik. Atas usaha sendiri ia belajar memainkan gitar hingga mahir. Karena saking tergila-gilanya dengan gitar, Rhoma sering membuat ibunya marah besar. Setiap kali ia pulang sekolah yang pertama dicarinya adalah gitar. Begitu pula ketika setiap kali ia keluar rumah hampir selalu membawa gitar. Pernah suatu kali ibunya menyuruh Rhoma menjaga adiknya, tetapi Rhoma lebih suka memilih bermain gitar. Akibat ulah tersebut, ibunya merampas gitarnya lalu melemparkannya ke pohon jambu hingga pecah. Kejadian itu membuat Rhoma sedih karena gitar adalah teman nomor satu baginya.

Perkembangan selanjutnya dalam mempelajari musik ia mulai menyadari bahwa meskipun ayah dan ibunya pasangan berdarah ningrat yang menyukai musik, tetapi mereka tetap menganggap bahwa dunia musik bukanlah sesuatu yang patut dibanggakan atau dijadikan profesi. Ibunya sering meneriakkan ‘berisik’ setiap kali ia menyanyi dan beranggapan, bahwa musik akan menghambat sekolahnya. Kenyataan ini membuat bakat musik Rhoma semakin berkembang di luar rumah karena jika di rumah ia kurang mendapat dukungan.

Pada saat Rhoma duduk di kelas 5 SD tahun 1958 ayahnya meninggal dunia. Sang ayah meninggalkan delapan anak yaitu: Benny, Rhoma, Handi, Ance, Dedi, Eni, Herry dan Yayang. Kemudian, ibunya menikah lagi dengan seorang perwira ABRI, Raden Soma Wijaya yang masih ada hubungan famili dan juga berdarah ningrat. Ayah tirinya ini membawa dua anak dari istrinya yang dulu dan setelah menikah dengan ibu Rhoma memiliki dua anak lagi.

Ketika ayah kandungnya masih hidup suasana di rumahnya feodal. Bahasa sehari-hari ayah dan ibunya adalah bahasa Belanda. Segalanya harus serba teratur dan menggunakan tatakrama tertentu. Para pembantu harus memanggil anak-anak dengan sebutan ‘Den’ (raden). Anak-anak harus tidur siang dan makan bersama-sama. Ayahnya juga tak segan-segan menghukum mereka dengan pukulan jika dianggap melakukan kesalahan, seperti bermain hujan ataupun membolos sekolah.

Keadaan keluarga Rhoma di Tebet waktu itu memang tergolong cukup kaya bila dibandingkan masyarakat sekitar. Rumahnya mentereng dan memiliki beberapa mobil, seperti, mobil merk Impala, mobil yang tergolong mewah pada waktu itu. Rhoma juga selalu berpakaian bagus dan mahal.

Namun, suasana feodal tersebut tidak ada lagi setelah ayah tirinya hadir di tengah-tengah keluarga mereka. Bahkan, berkat ayah tiri serta pamannya inilah Rhoma mendapatkan ‘angin’ untuk menyalurkan bakat musiknya. Secara bertahap ayah tirinya membelikan alat musik akustik seperti, gitar, bongo, dan sebagainya.

Dunia Rhoma di masa kanak-kanak rupanya bukan hanya di dunia musik. Rhoma juga sering adu jotos dengan anak-anak lain. Lingkungan pergaulannya ketika itu tergolong keras. Anak-anak saat itu cenderung mengelompok dalam geng dan satu geng dengan geng lainnya saling bermusuhan atau paling tidak saling bersaingan. Dengan demikian perkelahian antar geng sering tak terhindarkan.

Bukitduri, tempat tinggalnya hampir setiap kampung di daerah itu terdapat geng (kelompok anak muda). Di Bukitduri ada BBC (Bukitduri Boys Club), di Kenari ada Kenari Boys, Cobra Boys, dan sebagainya. Banyak anak muda dari Bukitduri Puteran dan dari Manggarai yang bergabung dengan Geng Cobra. Geng-geng ini saling bermusuhan sehingga keributan selalu hampir terjadi setiap mereka bertemu.

Satu hal yang cukup menonjol pada diri Rhoma adalah, bahwa teman-temannya hampir selalu menjadikannya sebagai pemimpin. Tentu saja bila gengnya bentrok dengan geng lain, Rhoma-lah yang diharapkan tampil di depan untuk berkelahi. Meskipun pernah menang beberapa kali Rhoma juga sering mengalami babak belur bahkan luka cukup parah karena dikeroyok 15 anak di daerah Megaria.

Ketika ia masuk SMP tempat-tempat berlatih silat semakin marak. Tetapi, bagi Rhoma ilmu bela diri nasional ini tidaklah asing karena sejak kecil ia sudah dapat latihan dari ayahnya dan beberapa guru lainnya. Rhoma pernah belajar silat Cingkrik (paduan silat Betawi dan Cimande) kepada Pak Rohimin di Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Rhoma juga pernah belajar silat Sigundel di jalan Talang, selain beberapa ilmu silat yang lain. Bila terjadi perkelahian antar geng para anggotanya saling menjajal ilmu silat yang telah mereka pelajari.

Karena kebandelannya itulah, maka Rhoma beberapa kali harus tinggal kelas sehingga karena malu maka ia sering berpindah sekolah. Kelas 3 SMP pernah dijalaninya di Medan, Sumatera Utara ketika ia dititipkan di rumah pamannya. Tapi, tak berapa lama kemudian, ia pindah lagi ke SMP Negeri XV Jakarta.

Kenakalan Rhoma terus berlanjut hingga bangku SMA. Pada waktu bersekolah di SMA Negeri VIII Jakarta, ia pernah kabur dari kelas lewat jendela karena ingin bermain musik dengan teman-temannya yang sudah menunggunya di luar. Kegandrungannya pada musik dan berkelahi di dalam dan luar sekolah membuatnya sering keluar masuk sekolah SMA. Selain di SMA Negeri VIII Jakarta, ia juga pernah tercatat sebagai siswa di SMA PSKD Jakarta, SMA St. Joseph di Solo dan akhirnya ia menetap di SMA 17 Agustus Tebet, Jakarta, tak jauh dari rumahnya.

Pada masa SMA di Solo Rhoma pernah melewati masa-masa sangat pahit. Ia terpaksa menjadi pengamen di jalanan kota Solo. Di sana ia ditampung di rumah seorang pengamen yang bernama Mas Gito. Sebenarnya sebelum terdampar di Solo ia berniat hendak belajar di pesantren Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. Namun, karena tidak membeli karcis Rhoma, Benny (kakaknya) dan tiga orang temannya, Daeng, Umar dan Haris harus main kucing-kucingan dengan kondektur selama dalam perjalanan. Daripada terus gelisah karena takut ketahuan dan diturunkan ditempat sepi, mereka akhirnya memilih turun di Stasiun Tugu, Yogyakarta. Dari Yogya mereka naik kereta lagi menuju Solo.

Ketika di Solo Rhoma melanjutkan sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya sekolahnya diperoleh dari ngamen dan menjual beberapa potong pakaian yang dibawanya dari Jakarta. Namun karena di Solo sekolahnya tidak lulus, Rhoma harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17 Agustus sampai akhirnya lulus tahun 1964. Kemudian, ia kuliah di Fakultas Sosial Politik, Universitas 17 Agustus. Tapi, hal tersebut hanya bertahan satu tahun karena ketertarikannya pada dunia musik yang begitu besar.

Musik pop dan rock merupakan langkah pertama Rhoma sebagai pemusik dan penyanyi. Seperti dikisahkan kakak kandungnya, Benny Muharram, bahwa Rhoma sempat enggan merekam lagu Melayu yang ditawarkan oleh Dick Tamimi dari perusahaan rekaman Dimita Moulding Company pada tahun 1967, meskipun sebelumnya dia sudah sering menyanyi bersama sejumlah orkes melayu.

Selain menjadi penyanyi Orkes Melayu Candraleka dan Indraprasta, Rhoma juga melantunkan suaranya bersama Band Tornado dan Varia Irama Melody. Bersama band-band tersebut Rhoma membawakan lagu-lagu pop barat dan menyanyi sambil meniru persis suara Paul Anka melalui lagu yang berjudul Diana ataupun Put Your Head On My Shoulder dan lagunya Andy Williams seperti, Butterfly, Moon River, serta Tom Jones seperti, Green-green Grass of Home, Dellilah.

Rhoma memang sudah bergelut dengan musik pop sejak masih di bangku SMA. Bersama teman-teman sekolahnya ia sempat membentuk Band Gayhand. Ketika musik Rock n’ Roll melanda Indonesia, ternyata hal tersebut membuat Rhoma terpesona hingga dalam hatinya ia bertekad “Elvis saja bisa menjadi raja dengan gitarnya, saya juga bisa”.

Namun begitu berada di dalam dunia musik, Rhoma ikut terbawa arusnya. Dengan meniru gaya menyanyi Benyamis S. dan Ida Royani, Muchsin Alatas dan Titiek Shandora yang sedang populer, Rhoma tidak keberatan diduetkan dengan Inneke Kusumawati oleh Amin Widjaya dari perusahaan rekaman Metropolitan dan Canary Records. Diiringi Band Zaenal Combo pimpinan Zaenal Arifin, Rhoma dan Inneke rekaman dalam sejumlah lagu seperti, Pujaan Hati, Di Rumah Saja, Bunga dan Kupu-kupu, Mohon Diri, Mabuk Kepayang, Jangan Dekat-dekat, Anaknya Lima, Si Oteh, Lonceng Berbunyi, Melati di Musim Kemarau dan Cinta Buta. Menurut Zakaria, pimpinan Orkes Pancaran Muda yang salah satu lagunya, Anaknya Lima, dibawakan duet ini. Munculnya pasangan Rhoma-Inneke sempat menggoyahkan popularitas Muchsin Alatas dan Titiek Sandora.

Melihat keberhasilannya berduet dengan Inneke, kemudian Zakaria menyarankan Rhoma berduet dengan Wiwiek Abidin untuk mengikuti lomba menyanyi di Singapura pada tahun 1971, dan duet Rhoma-Wiwiek berhasil menjadi juara.

Pada acara Panggung Gembira Hari Radio ke 26 di halaman gedung RRI Jln. Merdeka Barat, 19 Januari 1971, walau termasuk masih baru, duet Rhoma-Inneke menjadi pusat perhatian di antara penyanyi-penyanyi duet lainnya, seperti, Elly Kasim-Tiar Ramon, Vivi Sumanti-Frans Doromez dan Ida Royani- Benyamin Sueb. Duet Rhoma-Inneke juga diiringi oleh Band Galaxi pimpinan Jopie Item ketika rekaman. Dengan pakem musik rock, Jopie mengiringi Rhoma mengiringi sendirian dengan pekik dan teriakan yang kemudian diteruskannya setelah mendirikan Soneta Group pada 13 Oktober 1970.

Pergaulan Rhoma dengan musik pop dan rock pula yang mempertemukannya dengan pimpinan band perempuan Beach Girls yang bernama Veronica Agustina Timbuleng dan lantas menikahinya pada tahun 1972. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak, yaitu Debbie Veramasari, Fikri Zulfikar dan Romy Syahrial.

Arus industri musik juga sempat membawa Rhoma dan Vero bertrio dengan Debbie mengikuti sukses Chicha dengan lagu Heli serta Yoan dengan lagu Si Kodok pada tahun 1976. Akan tetapi, setelah memimpin grupnya sendiri, Soneta Group yang bersemboyan Voice of Moslem (Suara Muslim), Rhoma justru menjadi arus itu sendiri dengan menyuntikkan musik rock ke dalam album dangdutnya yang pertama yang berjudul ‘Begadang’, yang berisi lagu-lagu Begadang, Sengaja, Sampai Pagi, Tung Keripit, Cinta Pertama, Kampungan, Ya Le Le, Tak Tega dan Sedingin Salju. Akibatnya, Rhoma menyulut pro dan kontra.

Komunitas dangdut banyak yang keberatan, sementara kalangan pemusik rock menerima dengan sinis. Ujung-ujungnya diadakan diskusi yang bertajuk “Sekitar Musik Hard Rock dan Dangdut” di Gedung Merdeka Bandung pada akhir Juni 1976, dengan Maman S. dari majalah Aktuil sebagai penyelenggara, dan menghadirkan pembicara Dr. Sudjoko dari ITB, Remy Silado, Benny Subarja dan Denny Sabri sebagai wakil Rhoma yang tidak hadir. Ahmad Albar dan Harry Roesli yang diundang tidak juga tidak kelihatan. Eksperimen Rhoma yang semestinya dijadikan perhatian serius justru menjadi olok-olok hingga timbul ejekan, seperti, tahi anjing dan bistik jangan dibandingkan gado-gado. Grup rock God Bless dan Soneta dipertemukan di Istora, pada 22 Desember 1977 dengan maksud melihat mana yang lebih hebat, rock atau dangdut. Padahal, sebelum manggung Rhoma melepaskan merpati putih sebagai tanda perdamaian.

Sebagaimana diskusinya, pertunjukan di Istora tersebut juga tidak memberikan solusi yang konkret. Grup musik rock tetap berjalan sebagaimana biasa, sementara Rhoma justru terus berkibar dengan dangdut rocknya yang semakin membumi sampai-sampi masyarakat menjulukinya ‘Raja Dangdut’. Album-album rekamannya yang semakin ‘ngerock’ mengalir tanpa bisa dibendung, bahkan oleh pemerintah Orde Baru sekalipun yang dengan alasan politik melarangnya tampil di stasiun televisi satu-satunya saat itu, TVRI. Hal tersebut merupakan dampak atas lagu-lagunya yang menyindir pemerintah, seperti pada lagu Hak Azasi. Pada lagu tersebut dengan gagah berani Rhoma berbicara mengenai HAM, kebebasan berbicara, beragama, bekerja dan sebagainya.

Album rekamannya menjadi arus yang memutar roda industri musik semakin kencang. Setelah album Begadang menjadi sangat populer, menyusul album-album berikutnya, seperti; Penasaran (1976), Rupiah (1976), Darah Muda (1977), Musik (1977), 135 Juta (1978), Santai (1979), Hak Azasi (1980), Begadang II (1981), Sahabat (1982), hingga Indonesia (1983), yang semuanya diproduksi oleh Yukawi Corporation. Perusahaan rekaman ini lantas berubah menjadi Soneta Records, milik Rhoma.

Langkah tegap Rhoma semakin mantap dengan membintang 24 judul film, yaitu ;
- Badai di Awal Bahagia (1981),
- Jaka Swara (1990),

diteruskannya dengan penerbitan soundtrack yang laris manis. Dalam film Darah Muda, Rhoma bahkan menggandeng Ucok Harahap dari grup rock Aka yang pernah bertarung dengan Soneta Group di atas panggung. Pertarungan musik rock dan dangdut juga adalah inti cerita film ini.

Berdasarkan data penjualan kaset dan jumlah penonton film-film yang dibintanginya, penggemar Rhoma tak kurang dari 15 juta atau 10% penduduk Indonesia. Ini catatan sampai pertengahan tahun 1984. “Tidak ada kesenian mutakhir yang memiliki lingkup sedemikian luas”, tulis majalah Tempo pada 30 Juni 1984. sementara itu Rhoma sendiri berkata, “Saya takut publikasi, ternyata, saya sudah terseret jauh”.

Data PT Perfin menyebutkan, hampir semua film Rhoma laku. Bahkan, sebelum sebuah film selesai diproses orang sudah membelinya, seperti film berjudul Satria Bergitar misalnya. Film yang dibuat dengan biaya Rp 750 juta ini, ketika belum rampung sudah memperoleh pialang Rp 400 juta. Menurut kakaknya, Benny, yang juga produser PT Rhoma Film, Rhoma tidak pernah makan uang dari hasil film, tetapi dari hasil penjualan kaset. Uang hasil film disumbangkan untuk, antara lain, masjid, yatim piatu, kegiatan remaja dan perbaikan kampung. Bahkan, pada tahun 1983 Rhoma membayar zakat sebesar Rp 6 juta.

Meskipun demikian, jika dikaitkan dengan perolehan material, Rhoma bisa dikatakan sebagai pemusik terkaya di negeri ini. Bayangkan, sebelum pemusik lain naik mobil Mercy, ia sudah menikmati kenyamanan mobil mewah itu sejak tahun 70-an. Hal tersebut terindikasi ketika membaca wawancaranya dengan harian The Jakarta Post, saat Rhoma secara rendah hati menyatakan punya uang yang cukup meski tidak banyak. Hal itu masuk akal, mengingat sejeblok-jebloknya kaset Rhoma Irama di pasaran, minimal akan terjual sampai 400 ribu copy per album. Ini semakin menggelikan jika dibandingkan dengan musisi di luar dangdut yang acapkali berbangga secara berlebihan meski kasetnya hanya terjual tak lebih dari 100 ribu copy.

Boleh jadi sampai kini kejayaan Rhoma belum tergantikan. Kalau dulu ada sebutan The Big Five untuk para ‘Bintang Mahal’, seperti, Roby Sugara, Roy Marten dan Yati Ocktavia, maka pada saat yang sama sebenarnya nilai kontrak Rhoma tetap jauh di atas mereka. Bahkan, banyak produser film rela menunggu giliran sampai tiga tahun hanya untuk dapat mengontrak Rhoma.

Selain itu, Rhoma juga terhitung sebagai salah satu penghibur paling sukses dalam mengumpulkan massa. Rhoma bukan hanya tampil di dalam negeri, tetapi ia juga pernah tampil di Kuala Lumpur, Singapura dan Brunei Darussalam dengan jumlah penonton yang hampir sama ketika ia tampil di Indonesia. Beberapa media massa Indonesia melaporkan, bahwa, penonton pertunjukan Rhoma di berbagai daerah ada yang jatuh pingsan atau celaka lantaran terlalu berdesakan. Hal yang sangat disesalkan Rhoma sendiri. “Untuk mendapatkan hiburan, mengapa mesti sampai jatuh korban begitu?” katanya.

Rhoma menyatakan, bahwa dirinya banyak dijadikan bahan rujukan penelitian. Ada sekitar 7 skripsi tentang dirinya dan musik yang telah dihasilkan. Selain itu, peneliti asing juga kerap menjadikannya obyek penelitian, salah satunya adalah William H. Frederick, Doktor Sosiologi, Universitas Ohio, AS pada 1985 dengan judul; Rhoma Irama and The Dangdut Style: Aspect of Contemporary Indonesia Popular Culture, yang meneliti tentang kekuatan popularitas serta pengaruh Rhoma Irama pada masyarakat. Ia menyebutkan dalam tesisnya, bahwa: “Rhoma Irama adalah revolusioner dalam dunia musik Indonesia. Hampir bisa dipastikan, di Indonesia, Rhoma Irama adalah penghibur paling jempolan.

Sejak rapat-rapat raksasa di masa Demokrasi Terpimpin, acara panggung yang paling banyak dibanjiri massa adalah panggung Rhoma Irama”. Lebih lanjut ia mengatakan, “Bila di dunia musik Amerika sosok Mick Jagger sangat berpengaruh, di Indonesia, bandingan sosok yang sepadan dengannya ada pada figur Rhoma Irama. Kedua orang ini sama-sama jenius dan otodidak. Keduanya mampu tampil ke posisi puncak musikalnya karena kekuatan bakat alam yang luar biasa hebat.”

Pada akhir April 1994 Rhoma Irama menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) dengan Tanaka dari Life Record Jepang di Tokyo. Sebanyak 200 buah judul lagunya akan direkam ke dalam bahasa Inggris dan Jepang, untuk diedarkan di pasar Internasional. Rencananya lagu-lagu tersebut dibuat dalam bentuk laser disc (LD) dan compact disc (CD).

Mereka digambarkan sebagai raja dan ratu yang sama-sama mempunyai kerajaan. Suasana itu makin kental dan legitimate dengan hadirnya MURI (Museum Rekor Indonesia -red.) yang memasukkan Rhoma dan Elvy sebagai raja dan ratu dangdut Indonesia. Meski terlambat, tentu cukup menghibur. Soalnya, jauh sebelum itu, di tahun 1985, majalah Asia Week telah menempatkan Rhoma Irama sebagai raja musik Asia Tenggara.



Album Kaset Rhoma Irama

Rhoma Irama dengan Soneta Group-nya telah banyak mempersembahkan lagu-lagu bermutu untuk kita. Bahkan, sebelum lahir Soneta Group pada 13 Oktober 1970 pun, Rhoma Irama telah menyanyikan banyak lagu. Berdasarkan pengakuannya, Rhoma Irama telah menciptakan sekitar 685 buah lagu. Dari 685 lagu ciptaan Rhoma Irama tersebut, di sini hanya akan dipaparkan sebagian saja, karena keterbatasan pengetahuan penulis tentang lagu-lagu beliau.
Berikut ini adalah lagu-lagu yang dinyanyikan oleh Rhoma Irama dengan iringan musik oleh Soneta Group.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh2lpzL6fB6IXfDwosqt5rOScgftIp6LpuXekVjo9Z1Vjdu_kehiL5nfmJoDVexLwUKVm2hwqM6hN1zLyKxhI-V9dK5s0HA8RS5XiMv5lDWo_3de8Y308w5YGSuEO87ngfe-Lz4WGQtl0I/s200/714.jpg
1. Begadang (Rhoma Irama)
2. Sengaja (Elvie S.)
3. Sampai Pagi (Rhoma Irama/Elvie S.)
4. Tung Keripit (Rhoma Irama)
5. Cinta Pertama (Rhoma Irama)
6. Kampungan (Elvie S.)
7. Yale le (Rhoma Irama)
8. Tak Tega (Rhoma Irama)
9. Sedingin Salju (Elvie S.)
10. Sya la la (Rhoma Irama/Elvie S.)
Inilah debut album Soneta Group bersama Yukawi yang melejitkan hits Begadang. Dengan lirik dan beat yang sederhana lagu Begadang menghantarkan Soneta Group bersama Pak Haji dan Elvy Sukaesih ke gerbang kesuksesan. Konon sebetulnya yang dijagokan adalah lagu Tung Keripit yang dinilai memiliki nilai lebih dari segi aransemen musik dan beat lagu. Lagu Begadang sempat pula direkam dan diedarkan oleh Remaco dengan artis Favourites Group pimpinan A. Riyanto. Pada tahun 80-an, Group Jazz Karimata (kalau tidak salah) pernah merekam lagu Begadang secara instrumental.
Album Begadang merupakan kaset Indonesia pertama yang menyelipkan lirik lagu pada sampul/cover kasetnya.
Cover kaset menampilkan foto Pak Haji yang berambut gondrong dan Elvy Sukaesih berdiri di depan rumah dengan pakaian khas tahun 70-an.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhM67IQocnTotmjzY-SZlR7BXJUKbFYzU0q8CRxwcNAH3vrVM9EDD1bz7VkPFPJO2I7e8iC7_BK70tygT1Nms2RAgIp_wUouKO2adO9RrNixciWRrQwu7_vZSntfDWHAH5Wez8Y_HSkooI/s200/Soneta+Vol+III.jpg
1. Penasaran (Rhoma Irama)
2. Kejam (Elvie S.)
3. Kelana 3 (Rhoma Irama)
4. Asam Garam (Rhoma Irama/Elvie S.)
5. Engkau (Elvie S.)
6. Kubawa (Elvie S.)
7. Gembala (Rhoma Irama)
8. Rujuk (Rhoma Irama/Elvie S.)
9. Teman (Rhoma Irama)
10. Satu Antara Dua (Elvie S.)
Album ini melahirkan hits Penasaran. Lagu Teman sekilas sangat mirip dengan lagu Holiday-nya Bee Gees.
Cover kaset gambar setengah badan yang diambil dari samping, Pak Haji bersedekap berhadapan dengan Elvy S. yang juga bersedekap saling berpandangan.
Soneta Vol-3 1975 Rupiah (Yukawi)
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEikX8MCIkGCn6VejobIA-k16d6HwncBh3_YopbN5Ft9lwEbAGXzUFVva8phaLMIZ6BR2jBjspHqDEQ7mW_zhnBQ6Mj1rGcJKlINjIjRROJFx13DTNEOw_ngqj9kjK-ZH993VSM_fprnXBo/s200/715.jpg
1. Rupiah (Rhoma Irama)
2. Birahi (Elvie S.)
3. Beku (Rhoma Irama)
4. Rambate Rata Hayo (Rhoma Irama/Elvie S.)
5. Datang untuk Pergi (Elvie S.)
6. Dendam (Rhoma Irama)
7. Asal Sombong (Elvie S.)
8. Air Mata Darah (Rhoma Irama)
9. Hello-hello (Rhoma Irama/Elvie S.)
10.Mengapa Merana (Elvie S.)
Album ini dirilis menjelang keberangkatan Pak Haji ke tanah suci. Cover kasetnya keren. Pak Haji dan Elvy S. berdiri sejajar bertumpu pada instrumen musik dengan busana merah menyala dan rambut yang dibiarkan tergerai.
Album ini menjadi puncak perseteruan antara Remaco dan Yukawi yang saling mengklaim mempunyai hak kontrak atas Pak Haji, Elvy dan Soneta. Bahkan saling perang iklan/somasi yang dimuat pada majalah Tempo. Album ini juga merupakan album terakhir Elvy S. bergabung dengan Soneta dan selanjutnya bersolo karir di bawah Remaco, seteru Yukawi. Lagu-lagu dalam album ini malah direkam dan diedarkan oleh Remaco dengan penyanyi Nanang Qosim (Qori’) dan mengganti judul lagu Rupiah menjadi Uang, Birahi menjadi Nafsu dan Hello-hello menjadi Apa Kabar. Remaco mengaku telah membeli lagu tersebut dari pihak Pak Haji. Pak Haji yang saat itu sedang berada di karantina Haji sama sekali tidak mengetahuinya. Belakangan diketahui ada kerabat Pak Haji yang menjual lagu tersebut kepada Remaco.
Semua lagu ciptaan Pak Haji kecuali lagu Beku yang diciptakan bersama Yeyet (ada yang tahu siapa dan di mana Yeyet ini sekarang?)
Lagu terakhir (Mengapa Merana) sepertinya tidak dibuat dan diiringi oleh Soneta karena terasa sekali atmosfernya beda dengan atmosfer musik Soneta.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgwnRCOtgGYl9vvkquxDo_NqlrLuSfXvStBfBeBPO3kF8sqzXH4oA6VPbroUx2T1VysykNv4tDJeKs5jMJhQbJAunetrlyw-4AqAYYhfAfQ-DfxquIKZFJukmX6Rs_3ant6vTPWx0_K4aI/s200/soneta-vol-4-darah-muda.jpg
1. Darah Muda (Rhoma Irama)
2. Apa Kabar (Rhoma Irama/Rita S.)
3. Kematian (Rhoma Irama)
4. Biduan (Rita S.)
5. Cuma Kamu (Rhoma Irama/Rita S.)
6. Awet Muda (Rhoma Irama)
7. Dilarang Melarang (Rita S.)
8. Pria Idaman (Rita S.)
9. Api dan Lautan (Rhoma Irama)
Album ini adalah debut pertama Rita Sugiarto bergabung bersama Soneta. Album ini merupakan kaset pertama yang memberikan hadiah kepada pembelinya berupa sebuah poster yang berukuran sangat besar yang bergambar Pak Haji yang sudah tidak gondrong lagi sepulang ibadah haji dan Rita S. yang sedang melambaikan tangan.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh715sol-mCWX3DajIZnF5DMz1Wo7y2AhHnHYS2_fbrqES9YwRP_gYU3Pb6bt8l1jCthfpiw3SA3REPDPDtMRFKDnZ4nacxeNo1q_9WXS6FeIqmCgaEhgI5bDo4ZJIPdZWhkBpB5DvGo24/s200/soneta-vol-5-musik.jpg
1. Musik (Rhoma Irama)
2. Hitam (Rita S.)
3. Lapar (Rhoma Irama)
4. Joget (Rhoma Irama/Rita S.)
5. Masya Allah (Rhoma Irama)
6. Pasangan (Rita S.)
7. Kandungan (Rhoma Irama/Rita S.)
8. Nyanyian Setan (Rhoma Irama)
9. Kunang-kunang (Rita S.)
Album ini adalah album terakhir Herman (Bass) dan Kadir (gendang) bergabung dengan Soneta. Karena perbedaan prinsip keduanya mengundurkan diri usai sebuah pertunjukan tour show di Jawa Timur.
Herman dan Kadir kemudian membentuk OM. Sanita dengan penyanyi Teti Safari, kemudian sempat bergabung dalam OM. Mahkota bersama Elvy Sukaesih dan sempat pula bergabung dengan Tarantula-nya Camelia Malik dan Reynold Panggabean. Penampilan mereka bersama Tarantula bisa disaksikan pada film Colak-coleknya Camelia Malik.
Tahun 2003 Herman kembali bergabung menggantikan Alm. H. Popong yang saat itu sakit keras.
Cover kasetnya bergambar Pak Haji menyandang gitar dengan pakaian putih lengkap dengan sorbannya.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgZwgXHOXhmFBTO7XhccvDUZdnj3hFHpEsiFUmHN3c22-rE2FfYRYcygqnFp8iTZ8xC15ZINAFSifTB1_myh4f7f7aKCGOUhyphenhyphenFaycVgSwDuHsqIYUQdq2kx8ZA6d9h1l8PwVpnlkYktdFQ/s200/soneta-vol-6-135-juta.jpg
1. 135.000.000 (Rhoma Irama)
2. Ajojing (Rhoma Irama/Rita S.)
3. Cup-cup (Rita S.)
4. Any (Rhoma Irama)
5. Lidah (Rhoma Irama)
6. Cinta Segitiga (Rita S.)
7. Pemarah (Rhoma Irama)
8. Bunga Surga (Rhoma Irama/Rita S.)
9. Lukaku (Rita S.)
Posisi gendang pada album ini diisi oleh H. Afif, yang awalnya adalah musisi Rock Gafiyas dari Jawa Timur. Herman masih sempat mengisi bass untuk album ini.
Lagu 135.000.000 menjadi lagu favorit pilihan pemirsa yang diselenggarakan oleh Radio Puspen Hankam ABRI, sedangkan Rhoma Irama dan Rita S. meraih predikat penyanyi kesayangan pemirsa.
Lagu 135.000.000 adalah satu-satunya lagu di Indonesia yang judulnya berubah-ubah setiap tahun. Saya punya rekaman live Pak Haji menyanyikannya menjadi 165.000.000 pada pertunjukan Indonesia Musik Festival di Istora Senayan, menjadi 185.000.000 pada pertunjukan Semarak Dangdut di Ancol dan belakangan menjadi 200.000.000.
Cover album ini Pak Haji berjubah hitam mengadahkan tangan ke udara sambil menyandang gitar.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEit6gWo_R0RPQrnmnJydsRKQ5kRTws5b73NyLAmJFfqO7P0mWe8Ix2AcjXRwfK2XELFdDpjt-wPypE-Enwv4L8DZpxevihxl0Nfyyx5UBYjsg_JHN1SZer-U2kQtD2e4zRAe1CmmkpDqA8/s200/Trisna+Benderane+Soneta.jpg

1. Santai (Rhoma Irama/Rita S.)
2. Keramat (Rhoma Irama)
3. Teman Biasa (Rita S.)
4. Kekasih (Rhoma Irama)
5. Do Mi Sol (Rhoma Irama)
6. Bahasa Isyarat (Rita S.)
7. Banyak Jalan Menuju Roma (Rhoma Irama)
8. Bercanda (Rita Sugiarto)
Pak Haji pada saat perilisan album ini menyebutnya sebagai funky dangdut. Indra Lesmana sangat suka lagu Santai yang menurutnya pada Majalah Mutiara tahun 1985 sebagai fusion. Group Band GIGI pernah membawakan lagu ini pada show-nya di Amerika. Kolaborasi yang apik untuk lagu santai terjadi saat acara Joged RCTI yang menampilkan kolaborasi Soneta dan DKSB-nya (alm.) Harry Rusli yang menggandeng penyanyi jazz, Shania untuk duet bersama Pak Haji. Kehebohan terjadi karena Harry Rusli membawa perabot makan mulai dari piring, sendok sampai meja keatas panggung. Slank-pun pernah membawakan lagu ini pada pertunjukan Slank dan Soneta di Sidoarjo. Di tangan Slank, lagu Santai jadi makin nge-rock dan sangat asyik dinikmati.
Cover album ini bergambar Pak Haji sedang memainkan Sitar India lengkap dengan tumpukan gendang tabla-nya. Pada Album ini bass sudah mulai diisi oleh H. Popong, rekan H. Afif di Band Gafiyas.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9EcH7uZwus6CV1efxTfZvyh7ek5SikbS5VmvxNeaIFVXopB55eaHct000b31VrEoke4mw2jrWut3aZEyrgI5POc3N3jIDKZM7r-mN4tTz8ayYQAALDssi6URWOUz0rf7iu4lWb4DnQdA/s320/Soneta+Vol+VIII.JPG

1. Hak Azazi (Rhoma Irama)
2. Cape (Rhoma Irama/Rita S.)
3. Buta (Rhoma Irama)
4. Mati Aku (Rita S.)
5. Ingkar (Rhoma Irama)
6. Percuma (Rita S.)
7. Kuraca (Rhoma Irama)
8. Ada Udang di Balik Batu (Rhoma Irama/Rita S.)
Menurut saya inilah awal revolusi dangdut ala Soneta. Raungan gitar Pak Haji mulai dominan pada album ini. Sound Gitarnya sudah sangat mirip Ritchie Blackmore. Saya paling suka permainan melody Pak Haji pada lagu Buta dan Percuma. Sepertinya lagu Buta ini satu-satunya lagu yang menggambarkan perasaan seorang tunanetra benar-benar menyentuh. Pada lagu Ingkar, Pak Haji mencoba bergaya nge-rap pada beberapa bagian syairnya. Lagu Kuraca mengingatkan saya pada lagu Dendang Riang yang dibawakan Pak Haji tahun 70-an bersama OM. Purnama. Terobosan Pak Haji bersama SONETA di album ini benar-benar berhasil dan hebat.
Album ini sempat dilarang diiklankan di TVRI, bahkan mulai pada saat itu Rhoma dan Soneta benar-benar diharamkan masuk TVRI meskipun hanya lewat iklan. Alasan tertulisnya tidak pernah ada. Tetapi kemungkinan karena kemenangan PPP yang didukung Pak Haji atas Golkar di DKI Jakarta membuat merah muka para penguasa saat itu. Saya pernah membaca alasan yang sangat menggelikan yaitu karena dangdut dianggap bukan budaya nasional, bahkan menyuruh Pak Haji mengganti suara gendang dengan drum. Apakah musik Pop itu budaya Nasional, sehingga bisa bebas wara-wiri muncul di TVRI? Rhoma tetap tak bergeming, Soneta tetap eksis tanpa TVRI. Meskipun begitu Pak Haji sempat pula merilis Album Pop bertajuk Remaja dan Bulan dengan iringan Naviri Group.
Cover kaset album ini bergambar Pak Haji dan Rita S. berjaket kulit ketat saling menyandang guitar. Bagi yang jeli ternyata album ini diedarkan dengan dua macam gambar cover yang berbeda meskipun dengan nuansa dan pakaian yag sama.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjHhEArwWBJCFx_ydg5nyYPLSttyfGnc25uPLcpJ7q8CvWt9UYYHcKK3NZO-jo79XvFW9LO-sSkjQWPL29hPwYs-vdDyvkSmPhswo3NC7jViwsffCGaRxfV8BGCCSqanpGtNX8M1iVQyUM/s200/soneta-vol-9-begadang-2.jpg
1. Begadang II (Rhoma Irama)
2. Bulan (Rita S.)
3. Terpaksa (Rhoma Irama)
4. Siapa (Rita S.)
5. Insya Allah (Rhoma Irama)
6. Tak Pernah (Rita S.)
7. Lelaki (Rhoma Irama)
8. Hayo (Rhoma Irama)
Sepertinya album ini dibuat berbarengan dengan Volume VIII, karena pada Volume VIII sudah tercatat lagu Hayo pada urutan terakhir tetapi dicoret dengan tinta hitam. Album ini bergambar foto Pak Haji saat tampil live show.

Soneta Vol-10 1980 Sahabat (Yukawi)

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjEkP3olqI2T3eZzBlKy_qWSyIA4TsZojpDrYXEx3by_KPr7lT-RXN25zx94uKkiP-iJlDiDVTVi7VSp61Sm1Awo-np5FM4EnYHaxXfv2mkduZv4FYHfEbPMJF_e4YCVaUmcxeUJm78s6k/s200/soneta-vol-10-sahabat.jpg
1. Sahabat (Rhoma Irama)
2. Buaya (Rita S.)
3. Tersesat (Rhoma Irama)
4. Tak Sabar (Rita S.)
5. Takwa (Rhoma Irama)
6. Srigala Berbulu Domba (Rita S.)
Ternyata revolusi belum berakhir. Lewat Album ini Soneta kembali membuktikan keunggulannya dalam meramu musik Rock-Dangdut yang disebut Pak Haji sebagai Dynamic Dangdut. Perubahan terlihat jelas pada pukulan gendang H. Afif yang kini dilengkapi drum. Juga raungan Hammond dan Farfisa-nya H. Riswan pada lagu tersesat.
Album ini merupakan album volume terakhir Rita S. bergabung dengan SONETA, dan untuk selanjutnya ber-solo karir mendirikan Jackta Group bersama suaminya Jacky Zimah dan melambungkan hits Jacky.
Album ini bergambar Pak Haji menyandang gitar dalam dua frame yang bersambungan.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhve_hBOVtsKaeON89pD5c5LZ5awxIP73JRRK0wDgBXQrYofdSNOq4IKu8hcg2W6QpiirsDB42UsMBHezP8zL295VWHPiKxbJzokECfQlaLiKjdYP7qBDzQZKzv43n-o-zwvn556yLFGMY/s200/Vol+X.jpg 

1. Indonesia (Rhoma Irama)
2. Sawan Kam Hina ((Rhoma Irama/Nandani)
3. Jangan Lagi (Nandani)
4. Takkan Lagi (Rhoma Irama)
5. Romantika (Rhoma Irama)
Album ini makin membuat merah telinga rezim korup Orde Baru. Korupsi dan kesenjangan sosial digarap habis-habisan pada lagu Indonesia. Sampai saat ini lagu Indonesia tetap aktual untuk dibawakan. “Yang kaya makin kaya… yang miskin makin miskin…” tetap terjadi sampai saat ini. Bisa dikatakan inilah lagu kritik sosial terbaik Pak Haji dan Soneta.
Untuk pertama kalinya album Soneta dimulai dengan sapaan Assalamualaykum kepada para penggemar. Album ini Pak Haji menggamit Nandani sebagai penyanyi tamu menggantikan Rita Sugiarto. Lagu Takkan Lagi diambil dari lagu film India yang berjudul sama yaitu Main Tulsi Tere Anggar Ki.
Untuk pertama kalinya pula side B diisi tetap dengan lagu-lagu Soneta setelah pada album-album sebelumnya Side B diisi oleh grup dangdut lain, seperti: Meggy Z, Ruston Nawawi, dll.
Album ini bercover foto Pak Haji berkaos kuning, menyandang gitar dengan latar bendera merah putih.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgUcvj7LsOf4ITy9pmI9dJzD7y5l962e4V8M7OrXJg47qnsnQImR3fq5AhZes-O5LFTYZDhxYOuBSOM_1-mvkWSTSqI98Knqrck-UF4ezI1mVCxODY_E6_5xBx2miBDQqJfY9sJBKhNrVE/s200/Soneta+Volume+XXII.JPG
1. Setetes Air Hina (Rhoma Irama)
2. Sebujur Bangkai (Rhoma Irama)
3. Qur’an dan Koran (Rhoma Irama)
4. Citra Cinta (Rhoma Irama)
5. Adu Domba (Rhoma Irama)
Untuk pertama kalinya memakai judul album yang tidak ada dalam deretan lagu. Dibuka dengan intro musik layaknya pertunjukan panggung drama. Pada album ini terdengar sekali gaya pukulan gendang H. Afif yang sangat berbeda dengan pukulan gendang grup dangdut lainnya. Soneta makin ekspresif di album ini. Pemilihan judul album sangat sesuai dengan syair-syair lagu yang sangat sarat nilai dakwah.
Pada album ini ada beberapa bafian bass yang dimainkan oleh Lucy Angoman, bassist Soneta Girl karena kebetulan H. Popong cidera tangan.
Cover album ini mengambil gambar dari satu scene adegan lagu Bimbang dalam film Sebuah Pengorbanan.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiXLH9HIFkWK3-zQtSPTgxnd02mrVSFe1-lFMWdnA_dJOVBrdu7MviqW5zV3zBiqD64OFglc7ZkVc2vIWxtTYVa269uyt4d65vbFdzkK-3Wo76jTxMvOsxoIigvELXI-GJWWnpT5Byoav8/s200/Soneta+Volume+XIII.JPG
1. Emansipasi Wanita? (Rhoma Irama)
2. Modern (Rhoma Irama)
3. Nasib Bunga (Noer Halimah)
4. Lagi-lagi Cinta (Rhoma Irama)
5. Nilai Sehat (Rhoma Irama)
Album ini merupakan album pertama yang diproduksi sendiri oleh Pak Haji di bawah label Soneta Record yang mengambil alih Yukawi karena sudah tidak aktif lagi. Album ini membawa pencerahan baru bagi musik Soneta. Pak Haji memasukkan Brass Section yang diisi oleh Dadi, Farid dan Yanto pada saxofone, alto sax dan trompet. Penyanyi wanitanya pun pendatang baru yang diperkenalkan langsung dalam album ini, yaitu Nur Halimah untuk membawakan lagu manis, Nasib Bunga.
Sayangnya album spektakuler ini harus terkena imbas peceraian Pak Haji dengan Ibu Veronica yang sempat membuat banyak penggemar kecewa, bahkan ada beberapa yang membakar koleksi kaset-kaset Sonetanya (tapi akhirnya pada nyesel tuh!).
Album ini sangat kaya dalam aransemen musik dan kuat dalam syair lagu-lagunya. Pak Haji mengangkat tema Emansipasi yang belum pernah diangkat oleh musisi Indonesia sampai saat ini. Saya paling suka syair lagu Nilai Sehat, maknanya dalam sekali. Album ini sempat dirilis ulang tetapi dengan mengangkat lagu Modern sebagai judul utamanya.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPAFtwaAa1A0INHE330OxCoEH11HTEEhRRMSpmjSLyPRVK0-eaN1Rbm_oN9dXm6dLmVWQLr_h5v9LfSVRPYOKoyoNZAZjzl15Q9PXso4WdIb2sR7EPgn8B96WSySBPrTv8hea05yA701s/s200/Soneta+Volume+XIV.JPG
1. Judi (Rhoma Irama)
2. Dasi dan Gincu (Rhoma Irama/Riza Umami)
3. Penyakit Cinta (Riza Umami)
4. Hatimu Hatiku (Rhoma Irama/Riza Umami)
5. Roda Kehidupan (Rhoma Irama)
6. Harga Diri (Rhoma Irama)
Album ini adalah pecahan album soundtrack film Nada-nada Rindu yang keseluruhan berisi 8 lagu dan mungkin atas perhitungan bisnis dibagi menjadi dua album. Sejatinya album ini hanya berisi 2 lagu yang bukan soundtrack film yaitu Penyakit Cinta dan Harga Diri. Untuk album ini Pak Haji kembali menggamit Riza Umami pada vokal pendamping. Memang secara power suara Riza Umami lebih kuat dibanding Nur Halimah yang sangat cocok untuk lagu-lagu slow/lembut.
Lagu Judi menjadi titik awal kemunculan kembali Soneta di TVRI setelah dicekal selama 11 tahun, sejak tahun 1977. Lagu Judi muncul pertama kali di TVRI pada tanggal 8 Mei 1988 pada acara Kamera Ria.


https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmwwyjI3QG19QLdjhEW3fP9T51DMN44P4thlpegi4tjCd29qe8FUNrdeDi_ObOjGdy2R5pMAO2VUzs2b3V5T4l7I8i_549ljywWH8TGlaNDEQ9mYNu031PqF41n5XZ2K3cSobqRA6KwGU/s200/Trisna+B.S+II.jpg
1. Gali Lobang Tutup Lobang (Rhoma Irama)
2. Ibu Kota (Rhoma Irama)
3. 1001 macam (Rhoma Irama)
4. Tergila-gila (Noer Halimah)
5. Masa depan (Rhoma Irama)
Walaupun sudah boleh muncul lagi di TV, tetapi album ini tidak pernah dipromosikan di tv, oleh karena itu tidak ada video klip album ini.
Album ini merupakan album terakhir bagi H. Wempy (rhythm guitar), salah seorang anggota awal Soneta yang mengundurkan diri dan kemudian membentuk OM. Rohata yang sempat melambungkan nama Ayu Soraya lewat album Cinta Berpayung Bulan. Selanjutnya posisi rhythm guitar diisi oleh Lukman.
Cover albumnya Pak Haji berjaket kulit coklat berselempang gitar.



https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgY0noZ1tcCyAzhgHsE55okZiwloEPTly9Rjw57y48H02gIUj_vQQWCzgXP8ZADro7_53Wo_Gck45qsAaRwgf5sNsXKkltzlfBSALIT_by6zGmn-Hy1o72dPYg9e5TABHPPDtl98T8InCc/s200/Trisna+B.S.jpg
1. Bujangan (Rhoma Irama)
2. Terserah Kita (Rhoma Irama)
3. Janji itu Hutang (Noer Halimah)
4. Pesta Pasti Berakhir (Rhoma Irama)
5. Bencana (Rhoma Irama)
Album ini boleh dikatakan sebagai mini album, karena side A dan side B hanya berisi 5 lagu tersebut (3 di side A dan 2 di side B). Untuk promosi di tv ditampilkan lagu Bujangan yang di-shoot di Studio Soneta Record.
Lagu Pesta Pasti Berakhir sempat dipromosikan pada acara Titian Muhibah kerjsama TVRI dan RTM Malaysia. Cover album bergambar close-up wajah Pak Haji tanpa guitarnya.
Inilah album terakhir Rhoma Irama dan Soneta yang berisi sedikitnya 5 lagu baru, karena selanjutnya dan sampai saat ini Pak Haji hanya merilis album-album single yang hanya berisi 1 lagu baru dan selebihnya lagu-lagu yang sudah pernah dirilis sebelumnya.
BERSUMBER: http://myquran.com/forum/archive/index.php/t-13218.html

Jumat, 06 Mei 2011

Nasib Perjaka Tua Yang Tak Bisa Menjaga Lidah.

Dan aku merasakan baru kali ini berjumpa seorang yang berpendidikan sepertinya terpelajar, tapi cara berpikirnya seperti bocah yang baru pandai bicara (belajar ngomong) . Dan akhlaknya sungguh rendah sekali yang yang tak pantas di ucapkan mungkin hanya Allah yang bisa merubah segala sifatnya. Pantaslah kalao orang tersebut yang umurnya sudah melampui batas  (40 thn) tapi belum juga mendapat jodoh karena dari perbuatannya atau mungkin HUKUM KARMA yang berlaku di dunia ini. Dan untuk itu jagalah lidah, karena orang yang mampu menjaga lidah, berarti dialah orang yang akan mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat.
Betapa hebatnya orang yang mampu menjaga lidah. Sampai" dikatakan dalam sebuah hadith bahwa orang yang menjag lidahnya, mampu mengalahkan syaithan. "Simpanlah lidahmu kecuali untu kebaikan, karena sesungguhnya dengan demikian, kamu dapat mengalahkan syaithan."(HR. Thabrani).

strifX engga laku laku

Bujang kolot = umur geus kolot, tapi can boga pamajikan.

Minggu, 24 April 2011

NIKAHI GADIS 19 TAHUN

Raja Dangdut Rhoma Irama, diam-diam punya istri muda di Solo bernama Gita. Dari perkawinan mereka yang kabarnya siri itu, lahir seorang anak laki-laki yang kini berumur 3 tahun. Bagaimana kisah cinta mereka? Inilah hasil investigasi Nyata di Solo.
KABAR yang menyebut Rhoma Irama telah menikah lagi itu muncul sebulan lalu. Tidak jelas siapa yang membocorkannya. Yang pasti, istri baru Rhoma berasal dari Solo, Jawa Tengah dan tinggal di dekat pondok Al-Ahad, Solo.
Putri Solo itu diketahui bernama Gita. Sejak kecil Gita diasuh oleh Amrul Choiri, pemilik Pondok Asuhan Yatim dan Terlantar, Pesantren Terbuka Al-Ahad, Solo.
Ketika menikah dengan Rhoma, Gita baru berusia 19 tahun dan tercatat sebagai mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).
Pertemuan Rhoma dan Gita terjadi ketika Amrul Choiri, dosen agama Islam di kampus itu mengadakan pengajian di Salatiga, Jawa Tengah dengan mengundang Rhoma Irama.
Kebetulan salah satu panitianya adalah Gita. Wanita peranakan Arab itu rupanya membuat 'Satria Bergitar' jatuh cinta. Rhoma lantas ‘mengendus’ siapa cewek itu. Ternyata Gita adalah anak asuh Amrul Choiri.
Di pondok yang tidak terlalu besar itulah Gita dibesarkan, hingga jadi mahasiswi UMS, tempat Amrul mengajar. Sejak kenal dengan Gita, Rhoma jadi sering bolak-balik Jakarta-Solo. Untuk apa lagi kalau bukan dalam rangka 'apel' ke Gita.
Singkat cerita, tahun 1999, mereka menikah. Amrul Choiri, bertindak sebagai wali mempelai perempuan. Sedangkan saksinya adalah Syamsul, sahabat Amrul.
Berbekal informasi di atas, Ahsan Andi Husain dari Nyata meluncur ke Solo dengan sasaran, Pondok Pesantren Terbuka Al-Ahad, Solo.
Tidak terlalu sulit menemukan alamat itu. Pondok itu terletak di Jalan Tambora Tengah No 7, Mojosongo, Solo. Ketika Nyata sampai di Al-Ahad, seorang lelaki paruh baya sedang bersiap-siap berangkat kerja dengan mendorong sepeda motornya. Begitu Nyata memberi salam, lelaki itu langsung menyambut hangat. “Silakan masuk,” katanya.
Dari perkenalan itu, Nyata tahu lelaki tadi adalah Amrul Choiri. Setelah berbincang-bincang sejenak, Amrul tiba-tiba terkejut, mukanya merah, tatkala mendengar Nyata menceritakan berita tentang perkawinan Rhoma, dengan anak asuh nya, Gita. “Kok tahu? Sebenarnya itu urusan pribadi mereka, saya tidak mau terlalu banyak ikut campur,” kata Amrul. Dari ekspresinya, nampak kalau Amrul tidak siap menerima kenyataan bahwa ‘rahasia’ itu telah bocor.
“Ini berkaitan dengan masalah keluarga. Saya ndak punya wewenang untuk bicara tentang keluarga Pak Haji (Rhoma Irama) dalam hal apapun. Ndak enak saya kalau banyak bicara. Kenapa tidak langsung tanya saja sama Pak Haji,” lanjut Amrul ketika menerima Nyata didampingi istrinya.
Tapi Bapak kenal dengan Gita, kan? “Kenal dengan Gita?,” ujar Amrul balik bertanya. “Istilahnya murid ngaji,” lanjut Amrul. “Pernah, pernah ngaji dengan saya,” imbuh istrinya. “Dulu-dulunya Gita pernah tinggal di sini,” kata Amrul lagi.
Saat ini, kata Amrul Gita sudah tidak tinggal di rumah itu lagi. “Sekarang di Jakarta, kadang-kadang di Semarang,” kata Amrul.
Gita ikut Bapak sejak umur berapa? “Bukan ikut lho ya! Ngaji! Ini kan TPA,” sahut istri Amrul. “Jadi Cuma ikut-ikut ngaji, ndak tidur di sini,” tambah istri Amrul.
Amrul menambahkan bahwa Gita ikut di pengajian itu sejak duduk di kelas satu sampai SMP. Orangtua Gita dua-duanya sudah meninggal. Sehingga Gita sempat beberapa tahun ikut kakaknya. Sayang, Nyata tidak mendapatkan alamat kakak kandung Gita itu.
Anda kenal dekat dengan Bang Haji? “Kalau kenalnya sih, oh ya dekat. Tapi kalau berkaitan dengan hal-hal keluarga saya nggak bisa terlalu jauh. Karena saya ndak diberi wewenang untuk berbicara. Saya sendiri belum sempat menanyakan, dia kan orang sibuk banyak ke luar negeri,” jelasnya.

Penasaran

Amrul menegaskan bahwa dirinya sudah kenal Rhoma sejak delapan tahun silam. Sebagai gambaran kedekatan Rhoma dengan Amrul, setiap kali ada acara di Solo dan sekitarnya, biasanya Amrullah yang mengundang.
Kalau berada di Solo, Rhoma selalu menyempatkan diri menemui Amrul.
“Kalau sering sih ya ndak. Sekian hari atau sekian minggu. Ndak selalu ketemu juga, dia kan orangnya sibuk,” tukasnya.
Pak Amrul sendiri tahu, hubungan Bang Haji dengan Gita? “Tahu sih tahu, Cuma saya ndak berwenang ngasih tahu,” jawabnya.
Katanya, Bang Haji kenal Gita lewat Bapak? “Ndak juga,” jawabnya singkat. Katanya mereka kenal waktu ada pengajian di Salatiga? “Nah, itu yang saya ndak ngikutin. Itu yang saya ndak mengerti,” kata pria berperawakan pendek ini dengan aksen Jawa yang kental.
Meski membenarkan Rhoma dan Gita sudah menikah, Amrul masih berusaha menyembunyikan keberadaan anak asuhnya itu. “Gitanya ndak disini, di Jakarta kadang-kadang di Semarang,” katanya.
Menurut Amrul, dulu Gita memang tinggal di Solo, tapi sekarang sudah pindah. Mengetahui Nyata tahu banyak tentang hubungan Rhoma dan Gita, Amrul tampak penasaran sekali, berkali-kali dia menanyakan dari mana datangnya kabar itu. “Kok bisa tahu. Tahu (kenal) saya dari siapa?” tanya Amrul, penasaran.
Tapi benar Pak, Gita sudah punya umur tiga tahun? “Ndak tahu saya. Ndak tahu saya umurnya berapa,” jawabnya terbata-bata. Anaknya dari Bang Haji ya, Pak? “Ya…, bapak tahu dari mana?” kata Amrul, balik bertanya, masih dengan wajah tegang. “Sekali lagi saya ndak punya wewenang ngasih jawaban,” katanya.
Menurut Amrul, biasanya Gita dan Rhoma rutin dalang ke rumahnya setiap kali Lebaran. Lebaran terakhir, tahun 2001 lalu, Rhoma dan Gita juga datang menjenguknya.
Nikahnya di sini (di rumah Amrul) ya Pak ? “Ndak, ndak di sini, Maksudnya di Solo ? “Ndak, ndak tah,” jawabnya semakin terbata-bata.
Di Jakarta atau Semarang? “Ndak, ndak tahu. Jadi ndak begitu tahu masalah itu, gitu lho,” timpal istri Amrul.
“Hal-hal yang berkaitan dengan keluarga Pak Haji, saya ndak bisa menginformasikan. Andaikan saja saya tahu hal kecil saja sedikit pun, saya ndak bisa menginformasikan. Itu adalah hak dan wewenang Pak Haji sendiri. Nanti saya bisa salah. Kalau saya dikasih wewenang, itu mungkin saya bisa. Nanti kalau saya ketemu akan saya tanyakan dulu,” kata Amrul, sambil minta maaf tak bisa membeberi banyak informasi. -

Dihadiahi Sebuah Rumah Mewah

SEBAGAI bukti cinta Rhoma terhadap Gita dan anak semata wayangnya, Rhoma membangun sebuah rumah mewah berarsitektur paduan Jawa-Eropa di kawasan Donohudan, Ngemplak, Boyolali, Jawa Tengah. Rumah itu terletak tidak jauh dari Asrama Haji Boyolali.
Ketika Nyata mengunjungi tempat itu Kamis (4/4) pagar rumah itu pun dalam keadaan tertutup. Sebelum masuk kawasan itu, Nyata sempat menanyakan kepada sekumpulan orang-orang yang istirahat di sebuah gardu di pinggir sawah. Saat menyebut nama Gita, tak seorang pun yang tahu.
Namun begitu Nyata menyebut nama Rhoma Irama, mereka seakan berebut menunjukkan arah rumah itu. “Oh, Omahe Oma Irama (Oh, rumahnya Oma Irama),” kata beberapa dari mereka, sambil menunjuk arah jalan. Beruntung, meskipun pagar rumah itu tertutup, tapi tidak terkunci. Dari luar tidak tampak ada penghuni. Nyata mencoba masuk dan menemui beberapa pekerja yang sedang membersihkan bagian dalam rumah itu.
Awalnya, tukang-tukang itu menolak kehadiran Nyata karena tidak membaut janji dengan Gita. (Catatan webmaster: Jangan dikira kami yang salah, memang tabloidnya menulis “membaut,” bukan “membuat.”) Tapi karena sudah terlanjur masuk, mereka akhirnya diam.
Di rumah itu, Nyata ditemui Sahlan, orang kepercayaan Gita dan Rhoma.
Sahlan tinggal di sebelah kanan rumah yang didominasi warna hijau muda dan kuning muda itu.
Dari Sahlan inilah, Gita membeli tanah seluas 830 meter persegi yang kemudian dijadikan ‘istana’. Saya hanya perantara. Tanah ini bukan atas nama Pak Haji tapi atas nama Bu Gita,” kata pria paruh baya itu.
Berbeda dengan apa yang disebut oleh Amrul, Sahkan mengatakan bahwa Gita baru kemarin Rabu (3/4) datang melihat rumahnya. Bahkan kata Sahlan, beberapa kali Gita ditemani Rhoma. “Tapi saya ndak pernah ketemu Pak Haji,” ujarnya.
Sahlan tampaknya tahu banyak hubungan Gita dan Rhoma. Sahlan membenarkan bahwa usia anak hasil perkawinan Rhoma dan Gita saat ini berumur tiga tahun. Kata Sahlan, Gita dan Rhoma belum melapor ke ketua RT akan tinggal di rumah itu. “Belum, mungkin nanti kalau sudah mau ditepati,” katanya.
Sahlan memang diberi mandat oleh Gita dan Pak Haji untuk menjaga rumah itu supaya tidak dimasuki sembarangan orang.
Dari salah satu tukang yang bekerja di rumah itu, Nyata memperoleh informasi bahwa Gita tinggal di rumah Amrul Choiri. Alamat yang ditunjukkan oleh tukang yang mendapat tugas memasang wallpaper itu sama persis dengan alamat Amrul. “Wong, saya barusan ke sana kok,” katanya.
“Tapi yang saya tahu kayaknya Pak Haji lagi di sini (Solo), makanya Bu Gita hari ini ndak datang. Saya tahu kok,” katanya. Keesokan paginya, Nyata datang lagi ke tempat Amrul Choiri, namun tidak tampak ada siapa-siapa. Begitu juga di rumah barunya, hanya ada tukang.

Tidak ramah lagi

Ketika Nyata datang untuk kali kedua di rumah Gita, pagar rumah itu lagi-lagi tidak terkunci. Seperti ketika kedatangan Nyata pertama, Sahlan muncul lagi. Namun kali ini wajah Sahlan tidak ramah lagi.
Lewat salah satu tukang, Sahlan menyuruh Nyata pergi. Usai dari rumah Gita, Nyata sempat beberapa kali mencoba menghubungi Gita lewat telepon selulernya, namun hanya dijawab oleh mesin. ‘Nomor yang anda tuju, untuk sementara tidak bisa dihubungi’.
Ketika Nyata mengontak rumah Amrul dan mencari Gita, oleh istri Amrul dijawab salah sambung. Lantas di manakah Rhoma? Di mana pula Gita?
Dihubungi terpisah, Rica Rachim, istri pertama (ketiga - webmaster) Rhoma bilang bahwa Rhoma pergi ke Jepang (baca bagian lain tulisan ini). Tapi mengapa pekerja tadi mengatakan Raja Dangdut itu di Solo? - ahsan

Rica Rachim: “Di Rumah Dia Suami Saya. Di Luar...”

BEGITU KABAR pernikahan Rhoma dikonfirmasikan, Jum'at (5/4), Rica langsung menyahut, “Oh ya? Kapan ia menikah? Kok, saya nggak tahu, ya?”
Rica menandaskan, bukan kewenangannya menjelaskan soal itu. “Saya bukan orang yang tepat untuk memberi jawaban. Tanya aja langsung ke Rhoma. Sekarang Rhoma lagi di Jepang. Nanti aja bicara dengan dia,” imbuh Rica yang menikah dengan Rhoma 16 tahun silam itu.
Menurut Rica, Rhoma ke Jepang sejak Rabu (2/4) dalam upaya menjajaki rekaman dengan sebuah perusahaan rekaman di Jepang. Rica memperkirakan suaminya di Jepang sekitar 4 sampai 5 hari. “Paling lama satu minggu,” tegas wanita kelahiran Bandung 16 April 1956 itu.
Anda pernah mendengar kabar pernikahan Rhoma dengan putri Solo? “Saya nggak mau bicara itu,” jawabnya singkat.
“Kayaknya sejak saya menikah gosip tentang saya nggak pernah putus. Ada apa ya? ” tanya Rica.
Meski kerap diterpa gosip keras, Rica berusaha tidak terpancing. Ia lebih suka meresponnya dengan diam. “Terserah apa kata orang. Yang jelas, tidak ada apa-apa dengan pernikahan saya. Saya tidak mau terganggu gosip. Saya tidak terpengaruh,” ungkap Rica yang kini mengisi hari-harinya dengan melukis itu.
Apakah ada pihak ketiga yang sengaja menghembuskan gosip itu? Rica menjawab bahwa kemungkinan itu ada.
“Tapi saya tidak punya keinginan untuk mengetahuinya lebih jauh. Itu membuang waktu. Saya tidak mau stres. Entah apa kata orang, biarin aja,” ujar Rica sambil melepas tawa.
Rica menduga, gosip itu dimunculkan karena dirinya jarang tampil berdua dengan Rhoma. “Sikap saling percaya dan saling menghormati adalah kunci yang kami jalankan. Jadi, saya nggak merasa terganggu dengan gosip itu,” tegas Rica.
Rica menegaskan, pasangan yang selalu terlihat rukun dan selalu tampak berdua di berbagai acara tidak menjamin perkawinan adem ayem. “Prinsip hidup saya. Di rumah dia suami saya. Ketika dia melangkah keluar, saya memberi kebebasan,” ujar Rica. - syukri

BERSUMBER: Dari Tabloid Nyata Edisi 1606/III, April 2002